Recent Posts

Jumat, 28 Juni 2019

Memahami Toleransi Meneguhkan Prinsip Melunakkan Sikap



     Hidup di negara yang multi agama seperti Indonesia ini tentu bukan hal yang mudah. Sebagai umat muslim yang patuh terhadap ajaran agama, kita harus memegang teguh norma agama dan melaksanakannya secara maksimal. Namun, sebagai makhluk sosial, kita juga harus mampu menghormati dan menghargai penganut ajaran agama lain. Hal inilah yang mengharuskan kita memahami lebih dalam arti toleransi antar sesama agama serta batas-batasannya. Tentunya dengan pemahaman berdasar ajaran yang kita anut, Ala Aqidati Ahlissunnah Wal Jamaah.
    Bisa kita lihat, akhir-akhir ini muncul berbagai kelompok dengan mengusung ajaran-ajaran yang membuat kondisi negeri ini semrawut dan masyarakat menjadi resah. Ada kelompok yang dengan dalih memegang teguh ajaran agama, tega bertindak semena-mena terhadap penganut agama lain. Bahkan, tak ayal pula mereka bertindak kekerasan terhadap saudara seagama yang berbeda paham.        Memasaksakan kehendak mereka dan menyapu bersih setiap pihak yang dianggap merintangi jalan dakwah kelompok mereka. Perusakan dan kekerasan yang mengatasnamakan agama pun sering dilakukan. Besar kemungkinan, hal ini terjadi karena kurangnya memahami arti toleransi. Terlalu membatasi arti toleransi menjadikan seseorang bersikap keras pada pihak lain.
  Padahal, kita tahu agama Islam adalah agama yang lunak, Islam datang untuk menciptakan kedamaian di muka bumi, bukan membuat kerusakan apalagi kehancuran. Agama Islam didakwahkan dengan akhlak dan penyadaran, bukan dengan pemaksaan dan peperangan. Dalam al-Quran, Allah Swt berfirman:

لا إكراه في الدين قد تبين الرشد من الغي

 Artinya: "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat." (QS. al-Baqarah; 256)

     Terlebih lagi, fakta sejarah membuktikan bahwa keberhasilan Rasul menegakkan panji-panji Islam di bumi ini adalah berkat kemuliaan akhlak beliau. Bukan pemaksaan dan kekerasan. Begitu pula keberhasilan Wali Songo sebagai pembawa ajaran Islam di bumi Nusantara ini, adalah berkat kepandaian mereka dalam bertoleransi dan berbaur dengan masyarakat non muslim kala itu.
selain ada kelompok yang terlalu sempit memahami makna toleransi. Ada pula kelompok yang kebablasan memaknai toleransi. Toleransi mereka artikan dengan makna yang terlalu luas, bablas, dan menembus batas. Hal ini menyebabkan seseorang seakan tak punya batas pergaulan, tak terikat oleh aturan. Mereka korbankan undang-undang agama dengan mengatasnamakan toleransi.
  Dengan bekal rasional dan akal, mereka membelokkan kaidah-kaidah Islam dengan alasan kemanusiaan. Tak jarang pula, mereka lebih membela kemusyrikan dengan alasan hak asasi manusia. Semua itu dikarenakan kebablasan dalam mengartikan makna toleransi, bergaul tanpa batas dengan orang-orang non muslim. Misalnya dengan ikut menyemarakkan hari besar agama lain, meniru gaya hidup mereka, atau turut serta menghadiri peribadatan mereka.
    Hal inilah yang dapat menyebabkan iman seorang muslim terkikis sedikit demi sedikit hingga abis. Orang Jawa mengatakan, "witing tresno jalaran sangka kulino" (cinta, ada karena terbiasa). Dalam al Quran Allah telah memperingatkan umat muslim agar menjaga jarak mereka dalam pergaulan penganut agama lain.
   Konon, hikmah diharamkannya memakan daging babi serta najisnya hewan tersebut tidak lain untuk mengurangi durasi perkumpulan umat muslim dengan penganut agama lain. Agar umat muslim memasang pembatas antara mereka, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh ajaran-ajaran yang menyimpang.

Lalu, bagaimanakah sikap toleransi yang sesuai dengan akidah Islam 'ala aqidati ahlissunnah wal jamaah?

   Secara sederhana, toleransi antar umat beragama dapat kita pelajari dari Rasulullah Saw sang teladan umat. Toleransi umat beragama adalah bersikap lunak dan bergaul bersama dengan pergaulan yang baik. Bersikap ramah dan menjalani hidup rukun bersama mereka.
    Namun, pergaulan itu harus dibekali dengan prinsip akidah yang kuat. Jangan sampai dengan alasan toleransi kita mengalahkan agama, mengesampingkan Tuhan. Rasulullah Saw adalah orang yang lemah lembut, pemaaf dan berakhlak mulia, tapi jika agama Allah dihina, tidak ada kemarahan yang melebihi murka beliau. Di Madinah, semua umat beragam mendapat perlindungan beliau, dengan ramah beliau bergaul, tapi dengan tegas beliau menegakkan ajaran agama ini. Sikap toleransi yang tepat telah digambarkan dengan jelas oleh firman Allah dalam al Quran surat Luqman ayat 14-15.
     Dalam ayat tersebut dijelaskan, seorang anak tidakmboleh patuh kepada orang tuanya jika mereka memerintahkannya untuk berbuat syirik atau maksiat. Namun, ia juga tetap harus bersikap baik dan berpekerti mulia kepada orang tuanya. Barangkali, dengan pekerti yang mulia ini mereka akhirnya menaruh simpati pada Islam, menyadari kemuliaan Islam, hingga terbuka hati mereka untuk menerima cahaya petunjuk.
Toleransi adalah sikap mau mengalah dalam persoalan praktik dan pelaksanaan, bukan dalam persoalan yang prinsipil. Toleransi bukan kalah, bukan membiarkan orang lain merampas hak-hak kita, apalagi membiarkan orang lain merobohkan panji-panji agama.
    Jadi, toleransi adalah teguh dalam pendirian dan lunak dalam bersikap. Semoga kita selalu diberi kekuatan utnuk mempertahankan akidah dan keyakinan dalam hati. Serta mampu bersikap lunak dan berakhlakul karimah dengan sesama manusia. 

0 komentar:

Posting Komentar