Sabtu, 06 Juli 2019
Selasa, 02 Juli 2019
Imam Ahmad Ibnu Hanbal (Pendiri Madzhab Habanilah)
Keteladanan Imam Ahmad patut untuk kita renungkan dan kita contoh. Seorang figur yang luar biasa alim, zuhud, wira'i, dan bahkan termasuk salah satu dari pendiri madzhab empat, Hanabillah. Kapasitas nya sebagai sosok yang alim bahkan mendapat legitimasi dari gurunya, Imam Syafi'i, pendiri madzhab Syafi'iyyah. Beliau mengatakan: "Aku belum pernah melihat orang yang lebih cerdas daripada Ahmad bi Hanbal dan Sulaiman bin Dawud Al-Hasyimy."
Nama lengkap Imam Ahmad adalah Abu Abdillah bin Muhammad bin Hambal. Beliau adalah keturunan bangsa Arab asli yang lahir dikota Baghdad pada bulan Rabi'ul Awal tahun 164 H. Nasab orangtuanya berasal dari Bani Syaiban, salah satu kabilah yang masih menjalur pada keturunan Sayyid Adnan, kakek Nabi Muhammad Saw.
Imam Ahmad menghabiskan usia mudanya hanya untuk belajar. Di antara daerah yang pernah beliau singgahi dalam menuntut ilmu adalah Basrah, Hijaz, Kufah, dan masih banyak lagi. Imam Ahmad memilih daerah-daerah tersebut karena terdapat banyak ahli hadis disana, selaras dengan kegemaran beliau akan bidang hadis. Disamping itu, beliau juga dapat belajar beragam corak pemikiran dan karakter para ulama terkemuka dari masing-masing daerah tersebut.
Proses yang ditempuh Imam Ahmad dalam mempelajari dan menghimpun puluhan ribu hadis bukan main susahnya. Namun, beliau berkeyakinan bahwa sesuatu yang didapat dengan mudah pasti akan cepat hilang, berbeda dengan meraih sesuatu yang diperoleh melalui proses yang berliku. Dan, tentu saja pahala yang diperoleh akan semakin banyak, tapi bukan orientasi Imam Ahmad. Beliau hanya murni mencari ridla Allah Swt.
Kecintaan Imam Ahmad dalam bidang hadis memang sangat tibggi, namun bukan berati beliau tidak memperlajari beragam fan keilmuan yang lain. Beliau juga belajar fiqih, ilmu qira'ah, tasawuf, bahasa, filsafat, dan lain sebagainya. Dan kompetensi beliau dalam menguasi beragam fan keilmuan terbukti ketika kemudian beliau dinobatkan sebagai pendiri madzhab Hanabilah, salah satu madzhab yang legal di kalangan Ahlussunnah wal Jam'ah, yakni Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi'iyyah, dan Hanabilah.
Pada masa hidupnya, Imam Ahmad terkenal memiliki kepribadian yang sangat sederhana. Bahkan, beliau hidup dalam kondisi fakir. Namun, kafakirannya tersebut tidak lantas menjadi penghalang untuk meraih cita-cita yang luhur. Para ulama terdahulu bahkan mengakui kalau Imam Ahmad memiliki tingkat kesabaran yang tinggi, sama sekali tidak pernah mengeluh kepada orang lain tatkala tertimpa musibah atau terdzalimi. Beliau juga sangat tekun beribadah, setiap malam dihabiskannya untuk bermunajat kepada Allah Swt hingga fajar menjelang. Kebiasaan ini beliau jalankan sejak masih kecil. Abdullah, salah seorang putra Imam Ahmad, suatu ketika pernah menceritakan kebiasaan ayahnya bahwa setiap harinya beliau mampu melakukan salat sunah sebanyak tiga ratus rakaat.
Sepanjang hidupnya, Imam Ahmad menunaikan ibadah haji sebanyak lima kali. Tiga diantara lima gaji tersebut sangat berkesan baginya yang kemudian beliau ceritakan sendiri. Satu diantaranya, suatu ketika beliau menunaikan ibadah haji dengan berjalan kaki. Nmaun, ditengah perjalanan beliau tersesat. Beliau lantas berdoa: "Wahai para hamba (wali) Allah, tunjukkanlah aku pada jalan (yang kumaksud)." Tak lama berselang, Allah Swt memperlihatkan kebesarannya dengan menunjukkan jalan pada Imam Ahmad. Akan tetapi, sebagian ulama yang mengomentari haji Imam Ahmad yang menuai maslah itu menegaskan, "Imam Ahmad tidaklah tersesat, melainkan disengaja agar pahala berjalan kaki lebih banyak."
Imam Ahmad hidup pada masa pemerintahan Abbasiyyah. Beliau menjalani hidup zuhud yang terbilang berat. Jika tidak menemukan harta yang benar-benar murni halal, beliau tidak akan mau menggunakannya. Beliau sangat berhati-hati sekali. Sebagai manusia, tentu beliau juga merasakan kepayahan yang luar biasa menjalani hidup semacam ini. Meski demikan, beliau tetap berpegang teguh ada prinsipnya. Pihak pemerintah sebenarnya seringkali menawari tunjangan pada beliau, namun beliau sama sekali tidak pernah menerima. Beliau menilai harta itu, walaupun yang memberi itu orang alim, tapi kalau harta itu berasal dari pemeringah yang notabennya milik rakyat, sampai kapan pun beliau tidak akan menerima.
Alkisah, suatu ketika Khalifah Ma'mun pernah memohon kepada salah satu ahli hadis untuk membagi-bagikan hartanya kepada semua para ahli hadis pada masa itu. Mungkin, ini semacam politik khalifah agar Imam Ahmad bersedia mengambil harta pemerintah. Khalifah merasa prihatin dengan kondisi para ahli hadis yang kebanyakan hidup dibawah garis kemiskinan, padahal mereka berjasa besar pada masyarakat. Setelah harta khalifah dibagi-bagikan, semua ahli hadis menerima harta itu. Hanya Imam Ahmad yang tidak berkenan mengambil bagiannya.
Imam Ahmad juga sosok yang kokoh dalam mempertahankan prinsip atas apa yang beliau anggap baik dan benar. Utamanya bila prinsip itu bermuara dari ulama salaf. Meski badai menghadang untuk meruntuhkan keyakinannya, beliau tetap bersikukuh terhadap apa yang pernah beliau pelajari dari ulama salaf. Keteguhan beliau dalam berprinsip suatu ketika pernah mendapat cobaan yang taruhannya adalah nyawa.
Alkisah, Khalifah Ma'mun dalam suatu kesempatan mengundang seluruh ulama pada waktu itu, baik ulama ahli hadis, tauhid, fikih, dan lain sebagainya. Khalifah mengundang mereka semua untuk berikrar bahwa al Quran adalah makhluk. Sang khalifah rupanya sudah terkontaminasi degan paham Mu'tazilah. Sekte ini telah berhasil meracuni pemikiran Khalifah Ma'mun setelah sebelumnya gagal menggoyahkan keyakinan pendahulu Ma'mun. Bahkan, kaum Mu'tazilah ynag ideologinya mendapat tentangan dari ulama itu berhasil memasukkan konsep ideologinya dalam Negara. Sang Khalifah yang pemikirannya sudah terkontaminasi paham Mu'tazilah bahkan sudah mencanangkan program baru yang berupa pemeriksaaan akidah atau ynag disebut minhah. Tujuannya adalah agar semua rakyat, baik yang berpengaruh atau tidak, segaris dengan ideologi yang sekarang diyakini khalifah.
Para ulama yang berhasil dikumpulkan khalifah tadi kemudian disuruh berikrar bahwa al Quran adalah makhluk. Jika tidak mau, maka akan disiksa dengan kejam. Saat itu yang teguh memegang prinsipnya hanya empat orang, yaitu Imam Ahmad ibnu Hanbal, Muhammad ibnu Nuh, Al Qawariry, dan Sajadah. Selain mereka lebih memilih untuk berikrar. Keempat ulama ini pun akhirnya disiksa dengan kejam.
Tingkat kealiman dan kezuhudan Imam Ahmad yang memang diatas rata-rata, wajar jika mengundang decak kagum dari ulama semasanya. Diantara para ulama itu adalah Imam Harmalah bin Yahya, salah seorang murid Imam Syafi'i. Beliau pernah menyatakan: "Suatu ketika aku pernah ke kota Baghdad. Aku tidak pernah melihat orang yang lebih takwa, wara', dan faqih daripada Imam Ahmad."
Imam Ahmad wafat pada haru Jumat tahun 214 H di bulan Rabi'ul Awal, persis pada bulan kelahirannya. Ketika tersiar kabar Imam Ahmad wafat, masyarakat sangat berduka kehilangan beliau. Tak kurang dari delapan ratus ribu pentakziah hadir dalam proses pemakaman beliau. Sebagaimana umumnya ulama yang masyhur, Imam Ahmad meninggalkan buah pena yang tak terhitung jumlahnya. Diantara karya beliau yang masyhur adalah kitab Musnad Ahmad, sebuah karya yang mengupas tentang hadis. Demikianlah sekilas profil Imam Ahmad Ibnu Hanbal.